![]() |
Putu Esa Purwita (Aktivis Lingkungan) |
Berita Nusra - Aktivis lingkungan sekaligus mahasiswa Manajemen Lingkungan Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha), Putu Esa Purwita, mengecam tata kelola lingkungan di Bali yang dinilainya gagal mengantisipasi bencana. Banjir bandang yang melanda sejumlah daerah beberapa hari terakhir disebutnya sebagai peringatan keras atas ketimpangan pembangunan di Pulau Dewata.
“Ini bukan sekadar bencana alam biasa, tetapi sinyal gagalnya pengelolaan tata ruang. Masifnya pembangunan di Bali Selatan tanpa memperhatikan dampak ekologis jangka panjang adalah faktor utamanya,” tegas Esa, Selasa (18/9/2025).
Menurut Esa, pembangunan pesat dalam lima tahun terakhir telah memangkas ruang hijau dan daerah resapan air. “Sawah dan bantaran sungai yang dulunya menjadi benteng ekologis kini berubah menjadi permukiman. Ketika hujan ekstrem datang, wajar jika banjir melanda,” ujarnya.
Ia menambahkan, persoalan ini bukan hanya teknis, tetapi juga menyangkut nilai dan filosofi pembangunan. “Kita lupa prinsip keseimbangan dan pemerataan. Bali Selatan menikmati dominasi pembangunan fisik dan ekonomi, sementara daerah lain tertinggal. Tidak heran ada ungkapan, ‘Bali banjir karena tanahnya miring ke selatan,’” sindirnya.
Esa mendesak pemerintah Bali segera menata ulang ruang dan memastikan pemerataan pembangunan. “Bali Utara jangan hanya dijadikan ladang suara saat pemilu. Pembangunan harus merata, tapi tetap berpihak pada lingkungan jangka panjang,” tegasnya.
Ia juga mengingatkan bahwa keberlanjutan lingkungan dan pemerataan ekonomi harus berjalan beriringan. “Jika pusat ekonomi terus dipusatkan di selatan, masyarakat akan terus bermigrasi ke sana. Ketimpangan ini akan memperparah kerusakan ekosistem. Pemerataan pembangunan berkelanjutan adalah kunci agar Bali tidak terus ‘miring ke selatan’,” tutup Esa