Advertisement

Wanita

Menu Atas

Sound Horeg: Dari Dentuman Hiburan Jadi Mata Air Kehidupan

Selasa, 23 September 2025 | Selasa, September 23, 2025 WIB Last Updated 2025-09-23T14:17:04Z

 

Foto: Wahyu Candra Kurniawan


Berita Nusra - Di kawasan Tapal Kuda, Jawa Timur, sound horeg telah menjadi tradisi yang membudaya di bulan-bulan tertentu. Biasanya puncak keramaian Event Sound Horeg terjadi di bulan Agustus sebagai puncak perayaan kemerdekaan. Dentuman bass, konvoi truk-speaker, dan gemerlap lampu menghiasi kota sampai ke pelosok desa.


Tradisi ini bukan sekadar hiburan. Keramaian sound horeg memberi napas pada roda perekonomian lokal. Pedagang makanan tradisional, minuman segar, mainan anak-anak, hingga pedagang asongan tak luput ambil peran. Penyedia jasa parkir, dekorasi, dan sewa peralatan pun juga ikut merasakan dampaknya.


Menurut Aktivis Muda Banyuwangi, Wahyu Candra Kurniawan, putaran uang yang dihasilkan dari satu gelaran Sound Horeg bisa mencapai ratusan juta rupiah. “Sound horeg di Agustus ibarat pasar rakyat berjalan—banyak keluarga terbantu penghasilannya,” ujarnya.


Ketika jumlah UMKM Banyuwangi sempat turun signifikan akibat pandemi Covid, event ini membantu mempercepat perekonomian masyarakat. Hal ini dapat dibuktikan dari fakta lapangan yang dikemukakan oleh pelaku UMKM yang menyebutkan pendapatan mereka meningkat selama event Sound Horeg berlangsung.


Wahyu juga tidak hanya melihat dari sisi terangnya saja. "Namun, di setiap kemeriahan ada sisi gelap yang harus diperhatikan" Ujarnya


 Kebisingan berlebihan kerap mengganggu istirahat dan ibadah masyarakat sekitar. Truk-speaker besar yang melintas di jalan sempit memicu kekhawatiran keselamatan. Penggunaan lapangan desa dan jalan umum memunculkan perbedaan kepentingan antarwarga. Sampah berserakan seusai acara pun sering menimbulkan protes. Selain itu, kerumunan besar kadang memunculkan potensi pelanggaran ketertiban umum dan penyalahgunaan narkoba.


Melihat dinamika ini, Wahyu Candra Kurniawan yang juga sebagai Aktivis Muda Banyuwangi, menawarkan solusi konkret untuk menengahi kepentingan budaya, ekonomi, dan ketertiban sosial. Usulan tersebut meliputi:

- Koordinasi jadwal antar-desa agar tidak saling bertabrakan dan mengurangi gangguan.

- Pembatasan jam operasi yang disepakati bersama, supaya tidak mengganggu istirahat malam.

- Ruang khusus bagi UMKM lokal untuk memastikan manfaat ekonomi merata.

- Pengelolaan sampah dan tanggung jawab panitia dengan sanksi tegas bagi yang lalai.

- Forum musyawarah desa melibatkan tokoh adat, agama, pemuda, dan perwakilan pedagang untuk menyelesaikan konflik dan menjaga nilai budaya.

- Penguatan pengamanan dan ketertiban umum, bekerja sama dengan aparat desa dan kepolisian untuk mencegah keributan atau kerusuhan.

- Pengawasan ketat terhadap potensi penyalahgunaan narkoba, termasuk patroli gabungan dan penyuluhan kepada pemuda desa agar acara berlangsung sehat dan aman.


Wahyu Candra Kurniawan menegaskan, bahwa dengan pengaturan yang bijak dan profesional, tradisi ini bisa tetap menjadi ruang ekspresi budaya sekaligus penopang ekonomi masyarakat kecil. Jangan ada lagi biaya tambahan yang membebani warga. Kegiatan ini harus inklusif, tertib, dan memberi manfaat luas. “Melarang sound horeg bukanlah jalan keluar,” tegas Wahyu.


Dentuman khas Agustus di Tapal Kuda kini bukan hanya simbol semangat kemerdekaan, tetapi juga ujian bagi pemangku kebijakan dalam mewujudkan ketertiban sosial. Dengan langkah-langkah konkret yang menitikberatkan pada ketertiban umum, pengawasan narkoba, dan keberpihakan kepada masyarakat, sound horeg dapat terus menyemarakkan budaya lokal sekaligus menjadi motor penggerak roda perekonomian masyarakat.

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Sound Horeg: Dari Dentuman Hiburan Jadi Mata Air Kehidupan

Trending Now


 

Iklan

Iklan