BERITANUSRA.ID – Tutupan hutan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Ayung, yang memengaruhi aliran Tukad Ayung serta anak-alirannya, dilaporkan menyusut drastis. Menurut pernyataan Kementerian Lingkungan Hidup, dari total luasan sekitar 49.500 hektare, hanya sekitar 1.500 hektare yang masih tertutup pohon atau sekitar 3 persen dari keseluruhan DAS. Angka ini memicu kekhawatiran serius terkait fungsi hidrologis dan mitigasi banjir.
Pernyataan itu juga mengaitkan penurunan tutupan hutan dengan proses alih fungsi lahan sejak 2015 termasuk konversi menjadi pertanian terbuka, kawasan pemukiman, dan pembangunan vila/pariwisata dengan angka alih fungsi yang diklaim mencapai 459 hektare dalam periode tersebut. Pemerintah pusat menilai pengurangan tutupan ini memperlemah kemampuan DAS untuk menyerap dan menahan air hujan, sehingga memperbesar risiko banjir saat hujan ekstrem.
“Kondisi tutupan hutan di DAS Ayung jauh di bawah ambang aman yang ideal; ini harus segera ditangani lewat rehabilitasi dan pengendalian alih fungsi lahan,” kata perwakilan Kementerian Lingkungan Hidup dalam keterangan pers.
Reaksi Pemerintah Daerah
Gubernur Bali, Wayan Koster, menyatakan terkejut atas temuan angka rendahnya tutupan hutan tersebut dan menyebut pemerintah provinsi akan melakukan evaluasi menyeluruh, memperkuat pengawasan perizinan, serta mempercepat langkah rehabilitasi kawasan hulu. Pernyataan singkat Gubernur itu tercatat di beberapa liputan media nasional.
Sumber di tingkat daerah juga menyorot bahwa selain faktor alih fungsi lahan, timbunan sampah di sungai dan drainase yang buruk ikut memperparah dampak banjir baru-baru ini — sehingga solusi dinilai harus bersifat multidimensional: tata guna lahan, penegakan aturan, penataan sampah, dan program penanaman kembali.
Mengapa 3% Itu Berbahaya?
Para ahli ekologi DAS dan literatur pengelolaan watershed menekankan bahwa untuk menjalankan fungsi hidrologis yang baik, sebuah DAS idealnya harus memiliki tutupan pohon pada kisaran ±30% atau lebih — angka jauh di atas kondisi saat ini di Ayung. Tutupan hutan yang rendah mengurangi infiltrasi air, meningkatkan limpasan permukaan, mempercepat erosi, dan meningkatkan sedimentasi di badan sungai yang dapat memperparah banjir di hilir.
Selain dampak hidrologis, penurunan tutupan hutan juga berdampak pada keanekaragaman hayati lokal, ketersediaan air bagi komunitas, dan stabilitas ekonomi sektor pariwisata yang rentan terhadap bencana lingkungan.
Apa Langkah yang Diusulkan?
Berdasarkan pernyataan kementerian dan rencana awal Pemprov Bali yang dilaporkan media, rangka tindakan yang diusulkan meliputi:
- Pemetaan ulang dan verifikasi batas DAS Ayung serta identifikasi titik-titik kritis yang mengalami alih fungsi lahan.
- Moratorium sementara pada penerbitan izin alih fungsi lahan di area hulu yang sangat rentan hingga pemetaan selesai (opsional, dalam pembahasan).
- Program rehabilitasi ekstensif: penanaman kembali (reforestasi/revegetasi) pada lahan kritis dan pembuatan struktur penahan erosi.
- Penegakan hukum terhadap pembangunan yang melanggar peraturan tata ruang atau perizinan.
- Kampanye pengelolaan sampah lokal untuk mengurangi penyumbatan aliran dan mengurangi risiko banjir.
Catatan Verifikasi & Data Tambahan
Beberapa poin penting yang masih perlu diverifikasi dengan dokumen primer: apakah semua 459 ha yang disebut sebagai alih fungsi tercatat melalui proses perizinan resmi atau ada konversi informal/ilegal; serta deret waktu tutupan hutan khusus untuk batas administratif DAS Ayung (trend per tahun). Data historis makroskopik menunjukkan Bali memang mengalami penurunan tutupan pohon dalam dekade terakhir, namun analisis spasial terperinci diperlukan untuk menghitung laju kehilangan khusus di DAS Ayung.
Kesimpulan
Angka 3% tutupan hutan di DAS Ayung — jika diverifikasi lebih lanjut oleh data spasial terperinci — menandakan kondisi kritis yang memerlukan tindakan cepat dan terkoordinasi antara pemerintah pusat, pemprov, kabupaten/kota, masyarakat lokal, dan pihak swasta. Penyelesaian masalah ini memerlukan kombinasi kebijakan tata ruang yang tegas, rehabilitasi lanskap hulu, pengelolaan sampah, serta kepatuhan hukum atas perizinan pembangunan.